KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN
KESEHATAN DAN KEBIDANAN
Mutu memiliki beberapa pengertian
yang berbeda menurut para ahli. Phil Crosby,misalnya, menyatakan mutu berarti
kesesuaian terhadap persyaratan ,seperti jam tahan air, sepatu tahan lama,
dokter yang ahli,dll. Dokter yang mampu mendiagnosa dengan tepat penyakit
pasiennya digolongkan sebagai dokter yang bermutu. Sementara Edward Deming
,menyatakan mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus
menerus seperti Kaizen di Toyota. Dalam hal ini berarti mutu berarti sesuatu
yang kontinu, senantiasa ada perbaikan,tidak stagnan. K.Ishikawa, pencipta
diagram tulang ikan, menyatakan mutu berarti kepuasan pelanggan,baik pelanggan
internal maupun eksternal. Kepuasan pelanggan internal akan menyebabkan
kepuasan pelanggan eksternal.
Ada 2 keuntungan yang dicapai dengan
menghasilkan produk atau pelayanan bermutu. Pertama, Peningkatan Pasar (Market
Gain). Mutu produk atau pelayanan yang meningkat akan membuat produk (baik
barang maupun jasa) tersebut makin dikenal sehingga permintaan pasar
meningkat dan keuntungan perusahaan juga meningkat. Sebuah kitchen/wardrobe
yang bagus desainnya sekaligus tahan lama akan makin banyak dikenal dan dicari
orang. Demikian juga rumah sakit atau bank yang memberikan pelayanan yang baik
kepada pasien atau nasabahnya akan makin didatangi orang yang membutuhkan jasanya.
Keuntungan kedua adalah Penghematan
Biaya (Cost Saving). Mutu produk yang meningkat akan menurunkan biaya produksi
atau service. Cacat produk tentu akan mengakibatkan penggantian ulang
(rework) yang membutuhkan tambahan biaya material, biaya tenaga kerja,
listrik,dll, yang mengurangi keuntungan perusahaan.
Perkembangan Konsep Mutu
Ada 5 tahap perkembangan konsep
mutu. Tahap pertama dikenal sebagai era Tanpa mutu. Masa ini dimulai sebelum
abad ke-18 dimana produk yang dibuat tidak diperhatikan mutunya. Hal seperti
ini mungkin terjadi karena pada saat itu belum ada persaingan (monopoli) Dalam
era modern saat ini, praktik seperti ini masih bisa dijumpai. Pengadaan listrik
misalnya, hingga saat ini masih dikuasai oleh PLN sehingga masyarakat
tidak bisa pindah meskipun pelayanan listriknya sering mati. Dahulu Telkom
menjadi satu-satunya operator telepon sehingga masyarakat tidak bisa berpaling
meskipun harganya mahal dan sulit untuk mendapatkan sambungan telepon ke rumah.
Kedua, era Inspeksi. Era ini mulai
berlangsung sekitar tahun 1800-an, dimana pemilahan produk akhir dilakukan
dengan cara melakukan inspeksi sebelum dilepas ke konsumen. Tanggung-jawab mutu
produk diserahkan sepenuhnya ke departemen inspeksi (QC). Departemen QC
akhirnya selalu jadi sasaran bila ada produk cacat yang lolos ke konsumen. Di
sisi lain, biaya mutu menjadi membengkak karena produk seharusnya sudah bisa
dicegah masuk ke proses berikutnya pada saat departemen terkait menemukan
adanya cacat di bagiannya masing-masing sebelum diperiksa oleh petugas
inspeksi.
Tahap ketiga, dikenal sebagai
Statistical Quality Control Era (Pengendalian Mutu secara Statistik). Era ini
dimulai tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone Laboratories.
Departemen Inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistik untuk
mendeteksi penyimpangan yang terjadi pada produk yang dihasilkan departemen
produksi. Departemen Produksi menggunakan data tersebut untuk melakukan
perbaikan terhadap sistem dan proses.
Tahap keempat, Quality Assurance
Era. Era ini mulai berkembang tahun 1950-an. Konsep mutu meluas dari sebatas
tahap produksi (hilir) ke tahap desain (hulu) dan berkoordinasi dengan
departemen jasa (Maintenance,PPIC,Gudang,dll). Manajemen mulai terlibat dalam
penentuan pemasok (supplier). Konsep biaya mutu mulai dikenal, bahwa aktivitas
pencegahan akan mengurangi pengeluaran daripada upaya perbaikan cacat yang
sudah terjadi. Desain yang salah misalnya akan mengakibatkan kesalahan produksi
atau instalasi. Oleh sebab itu sangat ketelitian desain untuk mengurangi biaya.
Contoh dari era ini adalah penggunaan ISO 9000 versi 1994.
Tahap kelima, dikenal sebagai
Strategic Quality Management /Total Quality Management. Dalam era ini
keterlibatan manajemen puncak sangat besar dalam menjadikan kualitas sebagai
modal untuk menempatkan perusahaan siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini
didefenisikan sebagai sistem manajemen strategis dan integratif yang
melibatkan semua manajer dan karyawan serta menggunakan metode-metode
kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-proses organisasi secara
berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Contoh
era ini adalah penggunaan Sistem manajemen Mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.
Dari paparan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa mutu memiliki makna beragam namun pada intinya adalah
bagaimana menghasilkan produk atau jasa yang bisa melayani kebutuhan pelanggan
bahkan melampaui harapan mereka. Dari sisi perusahaan, keunggulan mutu produk
akan memberikan keuntungan berupa peningkatan jumlah pelanggan dan penurunan
biaya yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan yang diperoleh
perusahaan. Pengenalan tahap-tahap perkembangan konsep mutu akan menyadarkan
kita posisi konsep mutu yang kita terapkan saat ini di perusahaan atau
organisasi kita dan menyesuaikan dengan konsep yang terbaru. Dengan demikian
kita akan selalu siap memberikan mutu yang terbaik untuk keuntungan pelanggan
dan perusahaan kita sendiri.
Referensi :
Suardi,Rudy, Sistem Manajemen
Mutu ISO 9000 : 2000 :Penerapannya untuk Mencapai TQM, Jakarta,Penerbit
PPM,2001
No comments:
Post a Comment